Senin, 07 Desember 2015

eksistensialisme dan pendidikan karakter peserta didik

Eksistensialisme dan Pendidikan Karakter Peserta Didik



Revisi PGSD 3A/30
083870166637
Eksistensialisme dan Pendidikan Karakter Peserta Didik
Bicara tentang kebebasan mengarah kepada suatu individu, yang dimana setiap individu mempunyai kebebasannya masing-masing, hal tersebut mengarah kepada salah satu aliran filsafat yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang mengguncangkan dunia walaupun filsafat ini tidak luar biasa dan akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan dari berbagai kritik. Filsafat selalu lahir dari suatu krisis, seperti halnya filsafat eksistensialisme yang yang muncul karena adanya krisis yaitu tercerai-berainya atau retaknya (fragmentasi) kepribadian yang terjadi pada abad ke Sembilan belas. Fragenmtasi ini tampak dari gejala emosional, psikologis, dan spiritual yang terjadi baik dalam tingkat kebudayaan maupun pada tingkat individu.
Retaknya kepribadian ini sejalan dengan industrialisme yang sedang berkembang, baik sebagai sebab maupun akibat. Seorang manusia yang dapat menjaga atau mempertahankan bagian-bagian yang berbeda dari kehidupannya secara terpisah, yang selalu mempunyai program kerja yang sama pada setiap hari dan setiap saat, yang tindakan-tindakannya selalu dapat diramalkan, yang tidak pernah merasa terganggu atau tersentuh oleh dorongan-dorongan irrasional atau visi-visi puitis, yang dapat memanipulasi dirinya dengan cara yang sama seperti ia memanipulasi sebuah mesin, tentu saja orang semacam ini merupakan pekerja yang sangat beruntung bukan hanya karena sudah terpola seperti sebuah mesin, tetapi juga karena sudah mencapai taraf tinggi dari sebuah produk.
Namun, akibatnya, adalah seperti yang dikatakan oleh Marx dan Nietszche, yakni “keberhasilan sistem industri dengan akumulasi uang yang bisa mengabsahkan suatu kebajikan dan harga diri, dan yang sepenuhnya merupakan tangan-tangan manusia, mempunyai akibat timbal balik yang mendepersonalisasikan dan mendehumanisasikan manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri.”
Terhadap kecenderungan-kecenderungan yang mendehumanisasikan inilah, yakni kecenderungan yang menjadikan manusia sebagai mesin, dan yang membuat manusia mempunyai citra sebagai komponen dari sebuah sistem industri besar, yang sesungguhnya dilawan oleh para eksistensialis karena hal tersebut terlihat bahwa tidak adanya kebebasan yang dimiliki individu. Karena kebebasan merupakan tempat bergantungnya ketinggian harga diri manusia. Setiap kebebasan hakikatnya adalah aturan yang menjadi pilihan. Kebebasan juga dapat berarti kehendak bebas  manusia yang dengannya manusia dapat memutuskan suatu hal dari banyak pilihan-pilihan dan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Jadi jika kita lihat dari peristiwa di atas, dapat terlihat bahwa pada saat itu betapa krisinya kebebasan individu karena pada saat itu individu sudah terpola seperti sebuah mesin dan telah mencapai taraf tinggi dari sebuah produk sehingga terlihat dengan uang bisa mengabsahkan suatu kebajikan dan harga diri manusia saat itu.
Adapun tokoh-tokoh dibalik eksistensialisme yaitu:
a.      Soren Aabye Kiekeegaard, Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
b.      Friedrich Nietzsche, menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
c.       Karl Jaspers, memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
d.     Martin Heidegger, inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda0benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
e.      Jean Paul Sartre, menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
Menyangkut dengan eksistensialisme yang berdasar dari kata eksistensi yaitu berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Dan eksistensialisme lebih menekankan kepada kebebasan individu, dimana individu memiliki kebebasan untuk menentukan suatu hal yang menurut dirinya benar, dan dengan hal itu maka individulah yang akan menentukan bagaimana masa depannya. Agar individu dapat menentukan mana yang benar-benar baik dan yang tidak, maka karakter individu lah yang harus dikembangkan menuju kekuatan diri individu itu sendiri agar benar-benar memandang hal yang benar-benar baik menurut dirinya dan untuk dirinya. Maka disini lah pendidikan sangat berperan untuk menciptakan individu yang berkarakter. Oleh sebab itu pada saat ini pendidikan disemua Negara pun begitu juga dengan Indonesia yang lebih menekankan untuk mengembangkan karakter peserta didik atau disebut dengan pendidikan karakter.
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Pendidikan Karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya. Pengertian pendidikan karakter tingkat dasar haruslah menitikberatkan kepada sikap maupun keterampilan dibandingkan pada ilmu pengetahuan lainnya. Dengan pendidikan dasar inilah seseorang diharapkan akan menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan selanjutnya.
Pengertian ilmu pendidikan karakter ini merupakan salah satu alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat pengertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan didalam masyaratan.
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab.
Dilihat dari 18 nilai-nilai pendidikan karakter, maka terbukti mengapa banyak Negara mengembangkan pendidikan karakter pada seyiap jenjang pendidikan, begitu pula Negara Indonesia yang mengembangkan pendidikan karakter, karena nilai-nilai pendidikan karakter sangat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 yang berbunyi :
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Bab 1 telah dijelaskan bahwa peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Definisi tersebut kemudian dijelaskan kembali pada bab V pasal 12 bahwa :
1.       Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a.      Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
b.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
c.       Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
d.     Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
e.      Pindah ke program pendidikan pada jalur pendidikan dan satuan pendidikan lain yang setara.
f.        Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
2.       Setiap peserta didik berkewajiban :
a.      Menjamin norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
b.      Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi pendidikan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c.       Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.
d.     Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1,2, dan 3 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Diatas telah dijabarkan tujuan pendidikan, hak dan kewajiban peserta didik. Terlihat bahwa focus pendidikan adalah manusia yaitu peserta didik, yang dimana peserta didik di didik untuk berkembangnya karakter dalam dirinya. Karena jika dilihat dari eksistensialisme yang lebih menekankan kepada kebebasan individu, dimana individu mempunyai kebebasan untuk dirinya sendiri, kebebasan untuk memilih jalan hidupnya dan sesuatu yang menyangkut dengan masa depannya, maka kebebasan tersebut harus didukung dengan pendidikan karakter agar individu benar-benar memilih dan memandang suatu hal yang benar-benar baik tanpa mengganggu atau mengurangi kebebasannya untuk memilih suatu hal untuk dirinya.
Sumber :
http://wwwmatahariku-ul-imut.blogspot.com/2012/03/analisis-uu-no-20-tahun-2003-sisdiknas.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar